Senin, 26 Mei 2014

Cerita Kedua (Nephilim)


THE BROWN HAIR GIRL
Di suatu malam saat hujan mengguyur begitu deras, petir menggeelegar memekakkan telinga. Pohon-pohon bergoyang-goyang diterpa angin yang begitu kencang. Orang-orang banyak bersembunyi dibalik rumahnya yang kokoh, menunggu kapan tibanya hujan lebat ini akan berhenti.
Yah, kali ini bukan hujan lebat biasa, ini adalah badai. Badai yang membuat jalanan sepi dan tak ada yang berani keluar rumah. Kota seakan seperti kota mati yang ditinggalkan penduduknya. Hanya beberapa payung rusak yang bertebangan dijalanan.
Begitu hening dan sunyi. Ditengah badai tersebut berdiri seorang wanita berjubah hitam ditengah perempatan jalan yang sepi. Lampu lalu lintas berubah-rubah setiap saat dan akhirnya mati karena putusnya aliran listrik.
Dipunggungunya ia menggendong seorang gadis kecil yang tengah tertidur sambil ditutupi sebuah selimut. Wajah gadis kecil itu begitu pucat, bibirnya membiru dan wajahnya seakan tidak teraliri darah lagi.
“Di..dingin...!” Rintih gadis kecil tersebut sambil mempererat pegangannya pada punggung wanita yang menggendongnya.
“Bersabarlah, sebentar lagi kau akan menemukan keluarga barumu.” Hibur wanita tersebut walau diwajahnya hanya senyum tipisnya saja yang tampak karena sebagian besar wajahnya ditutupi bayangan kerudung jubahnya. Sebenarnya ia menahan rasa sakit yang begitu perih, sejak awal perutnya terus mengalirkan darah karena ada sebuah luka sayatan yang cukup lebar diperut wanita itu. Dengan rintihan menahan sakit, wanita itu terus berjalan pelan ditengah badai. Berjalan pelan dan bergoyang seakan hendak roboh, namun tekadnya untuk mengantarkan anak yang digendongnya saat ini mengalahkan semua rasa sakit itu.
Wanita itu berjalan sendirian ditengah hujan badai tersebut, tak peduli meski air mengguyur dirinya begitu deras dan petir terus bersuara nyaring memekakkan telinganya.
Wanita berjubah itu pun berjalan kesebuah gedung tua yang besar dan cukup luas. Wanita itu pun menekan bel yang berada disamping pintu masuk. Tak ada jawaban, wanita itu semakin bingung, kondisi anak yang digendongnya saat ini semakin buruk. Ia bahkan bukan tertidur lagi melainkan pingsan dan nafasnya semakin melambat.
“Apakah ada orang dirumah ini?!” Teriak wanita itu sambil memukul-mukul pintu berharap ada orang yang mau keluar dari rumah tersebut.
Ditengah suara hujan yang nyaring terdengar suara samar-samar dari dalam gedung tersebut. Suara langkah kaki orang yang semakin lama semakin jelas.
“Iya, dirumah ini ada orang!” teriak seorang wanita dari dalam gedung. Wanita tua yang sudah berusia setengah abad itu berjalan perlahan ditengah kegelapan malam karena lampu dirumahnya padam akibat putusnya aliran listrik.
Dengan menggenggam sebuah piring kecil dan lilin diatasnya, wanita itu berjalan menuju pintu. Wajah keriputnya tampak heran dan bingung, siapa gerangan yang bertamu semalam ini ditengah hujan badai?
Dalam sekali gerakan, ganggang pintu pun bergerak dan pintu terbuka, namun tidak ada siapa-siapa didepannya saat ini, hanya suara angin dan hujan saja yang menyambut wanita tua itu.
“Pasti anak-anak iseng lagi!” Kesal wanita tua itu sambil hendak menutup pintu namun terhenti karena ia melihat seorang gadis kecil berselimut basah tergeletak di bawah daun pintu. Gadis kecil yang pucat dan meringkuk dalam kedinginan.
“Ya Tuhan, siapa yang tega melakukan ini?” Kasihan wanita tua tersebut sambil menggendong gadis kecil itu dan membawanya masuk.
“Syukurlah, sekarang dia selamat.” Senang wanita berjubah hitam yang membawa gadis kecil tadi. Ia tersenyum senang dibalik sebuah pohon yang daunnya terus berguguran akibat angin. Air hujan telah menyembunyikan darah yang terus keluar dari luka diperutnya. Seketika wanita berjubah hitam itu pergi, ditengah kegelapan dan hujan deras. Ia menghilang bagai air hujan yang entah mengalir kemana.

******

Enam bulan berlalu, gadis kecil yang hampir mati kedinginan itu pun sekarang semakin besar. Ia tumbuh menjadi gadis cantik yang periang, rambut coklatnya memanjang dan bergelombang. Matanya yang berwarna coklat membuat gadis kecil tersebut terlihat sangat manis.
Kini ia tinggal disebuah panti asuhan, tempat dimana ia pernah hampir mati kedinginan. Bersama teman-temannya ia jalani hari dengan canda tawa.
“Hei teman-teman!” panggil seorang anak laki-laki bertopi ditengah taman bermain panti asuhan. Langsung saja, ia dikerubungi banyak anak-anak yang penasaran dengan apa yang akan dikatakannya nanti.
“Hei ada apa?” Tanya anak-anak lain penasaran. Gadis kecil berambut coklat pun tidak kalah penasarannya, ia bahkan sampai merangkak dan melewati kaki-kaki anak-anak lainnya demi mendengar berita yang dibawa anak bertopi tadi.
“Aku dengar dari Ibu pengurus panti, katanya akan ada sepasang orang tua yang ingin mengadopsi anak dari tempat kita.” Jelas anak bertopi tersebut.
“APA?!” Kaget semua anak, mereka pun segera bubar dan merapikan diri mereka, berlatih berbicara dan bersikap baik. Mereka semua ingin diadopsi, namun bagi gadis berambut coklat ia tampak biasa saja. Dengan gayanya yang agak berandalan ia kembali ketempat ia semula yaitu diatas sebuah pohon. Diatas pohon itu ia membuat sebuah rumah kecil, rumah pohon impian, itulah nama yang diberikan gadis kecil tersebut kepada rumah pohon buatannya sendiri.
Berita yang dibawa anak laki-laki bertopi itu memang benar, dikantor pengurus panti sepasang orang tua tengah berdiskusi dengan pengurus panti. Mereka terlihat serius dengan perbincangan mereka saat ini.
“Ayah, Ibu, apa kita harus mengadopsi seorang anak disini?” Tanya seorang anak laki-laki berkacamata kepada Ibunya.
“Tentu saja Nathan, dengan begitu kau bisa mempunyai teman dirumah.” Jelas sang Ibu.
“Tapi aku tidak mau.” Nathan menolak.
“Hei, kau tidak boleh begitu.” Nasehat Ibu, “Sekarang pergilah ke taman bermain dan pilihlah sendiri adik yang kau mau. Mengerti?” Sang Ibu tersenyum menungu jawaban dari Nathan.
“Hmmmm... baiklah, tapi aku tidak mau bertanggung jawab dalam mengurusnya nanti.” Jawab Nathan dan segera ia berlari menuju taman bermain panti asuhan.
Sesampainya disana Nathan merasa ada perasaan yang begitu aneh, semua anak panti asuhan menatap Nathan.  Banyak anak perempuan yang entah kenapa menatapnya dengan tatapan menusuk.
“Kakak!” Panggil sekelompok anak perempuan dan diikuti anak-anak lain. Mereka langsung berlari mengerubungi Nathan. Dengan tatapan memelas dan senyum memikat mereka semua membujuk Nathan dan memanggilnya dengan sebutan kakak yang terdengar manja.
“Kakak mau membawaku kerumah kan?” tanya anak perempuan lain manja.
“Kakak bawa aku saja!” Anak perempuan lain langsung menyela.
“Aku saja!” Anak lain bersikeras.
“Hei, aku duluan yang mendekati kakak!” Anak lain kesal.
“Aku!” Yang lain tak ingin mengalah.
“Sudah, sudah. Aku tidak ingin mencari adik baru sebenarnya!” Jawab Nathan jujur.
“APA?!” Anak-anak itu terkejut.
“Kalau begitu pilih aku saja, toh kakak tidak memikirkan adik baru juga kan.” Anak perempuan yang hampir bertengkar tadi berkata dengan kesal.
“Anak-anak ini sungguh liar.” Batin Nathan dan dengan segera Nathan berlari menghindari mereka semua.
“Hei Kakak itu kabur!! KEJAR!!!” Komando seorang anak.
Nathan terus berlari, ia bahkan tidak tau harus berlari kemana. Anak-anak panti asuhan ini sungguh liar, apakah mereka setiap hari diberi makan daging mentah?
Nathan bersembunyi dibalik rerimbunan semak belukar dan berusaha tidak mengeluarkan suara. Anak-anak panti yang mencarinya pun juga berhenti didekat semak-semak.
“Sial, aku harus segera keluar dari tempat ini!” Pikir Nathan. Nathan pun berjalan perlahan untuk menghindari anak-anak panti tersebut dan “KRAKK” Nathan menginjak sebuah ranting hingga patah. Semua anak panti langsung tertuju pada Nathan yang ternyata bersembunyi dibalik semak belukar.
“MATI AKU!!!!” Batin Nathan panik, dan tiba-tiba saja tangannya ditarik keatas. Mulut Nathan dibekap seseorang yang menariknya ke atas pohon tadi.
“Sssssttttt.....” Gadis berambut coklat yang menyelamatkannya memberi aba-aba diam dengan menempelkan jari telunjuknya didekat bibirnya. Nathan mengangguk. Dan bekapan dimulutnya pun perlahan-lahan dilepas. Gadis berambut coklat itu pun melihat situasi dibawah pohon dibalik rimbunnya dedaunan.
“Mereka sudah pergi.” Ucap gadis berambut coklat tersebut.
“Terima kasih kau sudah menolongku.” Nathan bernapas lega sekarang.
“Kenapa kau sampai dikejar-kejar begitu?” Tanya gadis berambut coklat tersebut.
“Yah masalah kecil. Aku tidak mau menceritakannya sekarang.” Nathan menutupi kalau sebenarnya ia mencari anak adopsi.
“Oh ya sudah. Sepertinya sudah aman, kau bisa pergi sekarang. Bukankah kau harus mencari anak adopsi untuk orang tuamu lagi? Tapi ingat, jangan sampai kau membuat masalah lagi. ” Gadis berambut coklat itu menjelaskan.
“Kok kamu tahu aku sedang mencari anak adopsi?!” Tanya Nathan kaget sambil menunjuk gadis berambut coklat tersebut.
“Soalnya, aku memang dikaruniai kekuatan meramal. Oh iya, namamu siapa?” Tanya gadis berambut coklat tersebut sambil tersenyum.
“Namaku Nathan Graymoon. Namamu?” Tanya Natha balik.
“Namaku….”
“Nathan!!! Kau dimana?!” Teriak Ibu Nathan dari kejauhan.
“Nathan!!” Ayah Nathan ikut berteriak.
“Ikutlah denganku!” Ajak Nathan sambil menggenggam tangan gadis berambut coklat tersebut. Dengan segera Nathan melompat dari dahan pohon dengan pasti.
“Tu-tunggu!! Dahan pohon inikan tinggi!!” Peringat gadis tersebut namun terlambat mereka berdua sudah mendarat. Gadis tersebut tidak apa-apa karena ia mendarat tepat diatas tubuh Nathan sedangkan Nathan tergeletak tidak berdaya. Bahkan kacamatanya terlempar tidak tahu kemana.
“Kenapa kau baru bilang tadi?!!” Kesal Nathan sambil berdiri dan meraba tanah untuk mencari kacamatanya.
“Habis, kau langsung melompat sih.” Jawab gadis berambut coklat tersebut sambil menepuk-nepuk bajunya dari debu.
“Disitu kau rupanya Nathan, Ibu sampai khawatir dengamu.” Lega Ibu Nathan. Nathan hanya menyipitkan matanya karena pandangannya masih belum jelas.
“Ini kacamatamu.” Gadis berambut coklat mengembalikan kacamata Nathan yang tergeletak didekat kakinya tadi. Nathan segera memakainya dan merapikan rambutnya yang berantakan.
“Apa kau sudah menemukan adik baru?” Tanya Ayah Nathan. Nathan terdiam seribu bahasa, ia memikirkan sesuatu. Sedangkan gadis berambut coklat tersebut berjalan pergi meninggalkan Nathan.
“Kalau belum, biar Ayah dan Ibu saja yang mencari.” Ibu Nathan menyambung ucapan Ayah Nathan.
“Eh tidak tidak, aku sudah menemukan adik adopsi baru kok.” Cegah Nathan sebelum Ayah dan Ibunya memilih adik baru yang liar seperti sekumpulan anak-anak tadi.
“Lalu mana calon keluarga baru kita itu?” Tanya Ibu Nathan.
“Dia disana.” Nathan menunjuk gadis berambut coklat yang sudah agak jauh dari dirinya tersebut. Nathan segera mengejar gadis tersebut dan langsung menggenggam tangannya kuat-kuat.
“Eh?” Kaget gadis tersebut.
“Ikutlah bersamaku, akan kuperkenalkan kau kepada Ayah Ibuku yang nanti akan menjadi Ayah Ibumu juga.” Nathan mengungkapkan.
“Apa tidak apa-apa?” Tanya gadis tersebut ragu.
“Tidak apa-apa, meskipun kita seumuran tapi aku yakin kita bisa menjadi saudara.” Jelas Nathan dan gadis itu pun tersenyum.
“Sudah kuduga! Hari ini pasti aku akan diadopsi!” Girang gadis tersebut dan ia langsung pergi begitu saja, menghilang tanpa jejak. Dan seketika ia muncul lagi dengan sebuah koper besar yang terlihat sudah terisi penuh.
“Ayo kita berangkat!” Gadis berambut coklat bersemangat sambil melompat dan meninju udara. Ia terlihat sangat girang dan senang.
Benarkah itu dia?.” Batin Nathan.
Dan akhirnya, Nathan dan adik barunya pun pergi keluar gerbang panti asuhan. Gadis itu pun akan memulai hidup barunya saat ini, dimana ia sudah mendapatkan sebuah keluarga ramah dan kakak yang baik hati. Namun, cerita ini masih akan terus berlanjut hingga kalian tahu siapa sebenarnya gadis ini.

*****

WHAT VOICE?
“Hosh hosh hosh!!!” Seorang gadis berambut coklat terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah. Ia baru saja mendapatkan mimpi yang terasa sangat panjang. Mimpi yang membuatnya mengingat masa lalu. Dan ada yang lebih aneh lagi, kamarnya kini berubah menjadi serba putih. Seprai tempat tidur, selimut, gorden jendela, lantai, dan dinding semua berwarna putih.
Disebelahnya pun terdapat sebuah tiang besi penyangga kantong infuse dan sebuah layar monitor yang memperlihatkan gelombang warna hijau yang berbunyi tit tit tit seirama dengan detakan jantungnya.
Kriieeetttttt pintu kamar serba putih itu terbuka dan masuklah seorang wanita cantik berbaju putih dan memakai topi berbentuk kotak diatas kepalanya.
“Kau sudah sadar rupanya. Syukurlah, aku akan menelpon keluargamu sebentar lagi.” Suster itu tersenyum sambil membuka gorden jendela. Sekejap, cahaya matahari yang berwarna kuning keemasan itu menyilaukan pandangan gadis berambut coklat tersebut.
Suster tersebut memeriksa kantong infuse dan sebuah kertas yang tergeletak diatas meja.
“Keira Graymoon, kau sudah koma sejak dua minggu yang lalu. Untung saja truk yang menabrakmu saat itu sempat menge-rem mendadak jika tidak mungkin kau sudah di alam lain disana.” Suster itu menjelaskan.
“APA??!!! KOMA DUA MINGGU???!!” Kaget Keira tak percaya, dengan cepat ia beranjak berdiri dari tempat tidur. Namun segera langkahnya terhenti karena rasa sakit yang sangat dengan cepat menghentikan pergerakan tubuhnya.
“Jangan bergerak dulu!” Peringat suster tersebut sambil membantu Keira berdiri dan mengembalikannya ketempat tidur. “Kau harus istirahat dulu sampai benar-benar pulih.”
“Tapi aku ingin sekolah. Aku tidak mau ketinggalan pelajaran, apalagi aku sudah kelas tiga SMA. Bisa gawat jika aku sampai tidak lulus.” Jelas Keira panik.
“Kau itu berlebihan!” Nasehat seorang laki-laki yang bersandar dimulut pintu sambil membetulkan letak kacamatnya. “Kau kecelakaan saat liburan semester, jadi baru seminggu saja kau tidak sekolah. Lagi pula, kau bisa meminjam catatanku kok.” Jelas laki-laki tersebut yang sebenarnya adalah Nathan.
“Kakak mata empat, apa kau tidak sekolah saat ini?” Tanya Keira.
“Jangan panggil aku Kakak Mata Empat!” Kesal Nathan. “Inikan hari Minggu, sebentar lagi yang lain akan menyusul. Aku mau pergi dulu.” Natham pergi begitu saja dibalik pintu.
“Seperti jelangkung saja, datang tak dijemput pulang tak diantar.” Gumam Keira agak kesal.
“Aku pergi dulu ya. Akan kuhubungi orang tuamu segera.” Pamit suster tersebut. Ia pun datang dan pergi sama cepatnya dengan Kakaknya tersebut.
“KEIRA!!!!” Suara teriakan panggilan itu terdengar sangat nyaring. Derap kaki-kaki orang-orang yang berlari terdengar begitu jelas dan BRAKKK pintu kamar terbuka dengan kerasnya hingga menghantam dinding. Dan munculah empat orang remaja, dua diantaranya perempuan dan dua lainnya laki-laki.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu!” Ucap seorang gadis berkepang dua yang bernama Killa dengan mata berbinar-binar. Begitu berbinar-binarnya hingga hampir saja ia akan menangis di tempat.
“Kupikir kau akan mati. Untunglah kau masih hidup.” Lega seorang gadis lagi yang berambut hitam pekat diikat satu bernama Cleo.
“Syukurlah kau Cuma koma selama dua minggu.” Lega seorang laki-laki berambut pirang kurus bernama Evan.
“Habis ini, kita makan kue yang dibawa Killa ya.” Kata remaja laki-laki agak gendut yang terakhir bernama Bimo.
“Apa kalian tidak terlalu berlebihan, aku kan Cuma koma selama dua minggu. Tidak perlu sepanik ini.” Nasehat Keira.
“Bagaimana kami tidak panik.” Ucap Cleo sambil menepuk punggung Keira dengan keras.
“ADAAWW!!! Kira-kira dong kalau mau menepuk!!” Batin Keira sambil menahan sakit.
“Saat kecelakaan, kau ditabrak oleh sebuah truk, dan itu dengan jelas kami lihat. Kau tidak ingat? Saat itukan kita sedang pulang bareng dari sebuah café.” Cleo mengingatkan.
“Saat itu, Keira langsung berlari ketengah jalan.” Tambah Killa sambil memototng sebuah kue yang dibawanya tadi. Bimo sedari tadi terus meneguk liur
“Bimo jangan makan duluan!” Nasehat Keira dan seketika Bimo tidak jadi mengambil kue yang sudah dipotong tersebut. Bimo terdiam dan melihat Keira keheranan, aneh, padahal Keira tidak meihatku tapi kok bisa dia tahu aku mau mengambil kuenya?
“Sebenarnya kenapa kau langsung berlari ketengah jalan?” Tanya Evan penasaran.
“Entahlah, aku lupa. Ya sudah, masalah itu jangan diungkit lagi. Mari kita makan kuenya!” Ajak Keira semangat dan mereka semua pun menggenggam sepotong kue yang sudah dibagi oleh Killa tadi.
Krim berwarna biru menutupi sepotong kue yang berhiaskan garis-garis dari saus coklat yang menghiasinya. Krim biru itu mengingatkan Keira akan kejadian dua minggu lalu.
Saat itu, hari begitu cerah, langit begitu biru tanpa ada awan yang menutupinya. Matahari bersinar begitu terangnya. Saat liburan sekolah seperti ini, kota memang ramai dan padat.
Keira dan keempat temannya berjalan-jalan ditrotoar disekitar daerah pertokoan. Kantong-kantong belanjaan memenuhi kedua lengan Keira, Killa dan Cleo.
“Hey, kita istirahat yuk. Aku lapar.” Usul Bimo sambil memegang perutnya.
“Bukankah tadi kita sudah makan waktu di mall? Masa mau makan lagi?!” Kesal Keira.
“Tapi aku benar-benar lapar.” Bimo semakin memelas menunjukkan rasa laparnya dengan menggenggam perutnya.
“Huh kau itu!” Kesal Keira, padahal ia ingin sekali pergi kesebuah toko antik karena ingin mengincar sebuah kalung mutiara disana.
“Ya sudah, kita makan sebentar dicafe ya.” Usul Killa dengan suara lembutnya.
“Iya deh.” Keira mengalah.
“ASYIKK!!!” Bimo teriak kegirangan.
Di cafe mereka semua makan kue dengan lahapnya. Bimo, Cleo, dan Evan lah yang paling lahap. Bahkan mereka memesan kue lebih dari satu.
“Heh! Ternyata yang kelaparan bukan cuma Bimo. Cleo hati-hati nanti kau bisa naik dua kilo. Evan nanti kau yang membayar semua ini.” Kata Keira dengan senyum liciknya.
“APA?!” kaget Evan bukan main, bahkan kue coklat yang dipegangnya terjatuh kembali kepiring. “Kau sungguhan?!” tanya Evan tidak percaya.
“Hahahahaha!!!! Tidak tidak, aku cuma bercanda. Makanlah, nanti aku yang akan membayar kalian makan. Tapi ingat Minggu depan giliran kau yang mentraktir kami semua.” Jelas Keira.
Keira pun memandangi jalanan dari dalam cafe. Dengan wajah suram dan melamun ia memandangi semua orang yang di cafe tersebut. Entah kenapa semua orang berjalan dengan sangat lambat, bahkan Keira dapat melihat kepakan sayap burung yang melambat dilangit. Waktu seakan melambat, melambat dan ingin berhenti.
“Keira.” Panggil seseorang yang entah darimana asalnya. Suara orang tersebut terdengar sangat serak yang seakan ingin mati saja.
“Siapa?!” Tanya Keira.
“Celakakanlah dirimu dan kau akan tahu kebenaran masa lalumu.” Jelas suara serak tersebut.
“Apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya? Tunjukkanlah dirimu!” Keira semakin kesal, bahkan ia sampai berdiri dari kursinya.
Ditengah dunia yang kian melambat itu, Keira melihat sosok seseorang ditengah jalan. Ia bergerak normal dan tangan kanannya mengayun-ayun memberi kode agar Keira mendatanginya.
“Celakakanlah dirimu dan kau pun akan tahu. Hihihihihihi...!!!” Sosok berjubah hitam itu tertawa, tawanya begitu menyeramkan seperti cekikikan orang yang mau sekarat. Lalu dia menghilang menjadi kabut hitam dan musnah dibawa angin.
“Keira?!” Panggil Killa sambil mengguncang bahu Keira.
“Hah!” Kaget Keira yang sadar dari lamunannya.
“Kamu kenapa?” Tanya Killa khawatir.
“Tidak! Aku tidak apa-apa! Ya.” Panik Keira aneh.
“Ayo kita pulang!” Ajak Cleo segera mereka semua berdiri dari tempat duduk mereka. Seorang pelayan segera menagih Keira dan Keira pun membayarnya sambil bercucuran keringat dingin didahinya.
“Anda tidak apa-apa?” Tanya pelayan tersebut yang melihat tingkah Keira sangat aneh.
“Aku tidak apa-apa. Sampai jumpa!” Keira pergi begitu saja.
Keira berlari, bahkan ia meninggalkan teman-temannya yang masih berada didepan cafe. Tas belanjaan Keira pun masih tertinggal didalam cafe.
Keira yang tidak tahu harus apa lagi segera berlari ketengah jalan. Langsung saja sebuah truk dengan kecepatan tinggi mengklakson Keira dengan begitu nyaringnya.
“KEIRA!!!!” Teriak semua teman Keira seketika.
“CKIIIITTTTT!!! BRAKKK!!!!” Truk itu pun menabrak Keira dengan kerasnya walau sempat di rem. Kini semua terlihat menjadi samar-samar. Suara Evan dan Bimo terdengar tidak jelas dan akhirnya semua menjadi gelap gulita.
“Keira?!” Panggil Killa khawatir.
“Heh!” Keira kaget bahkan kuenya yang masih utuh jatuh diatas seprai putihnya.
“Kau melamun lagi ya?” Tanya Killa.
“Hehehe sepertinya begitu.” Jawab Keira dengan senyum palsunya.
“APA??!!!” kaget Bimo, Evan, Cleo dan Killa secara bersamaan.
“Bimo jaga pintunya!” Komando Cleo. “Killa dan Evan jaga jendela! Aku akan menjaga Keira!” Cleo langsung memeluk Keira segera. Keira dapat merasakan adanya suara tulang remuk saat ini dan rasa sakit yang sangat.
“APA-APAAN INI???!!!!” Batin  Keira teriak didalam hati.
“HEI! Kalian ini kenapa?” Tanya Keira kesal.
“Kami ingin menjagamu, habis setiap selesei melamun kau selalu melakukan hal-hal yang membahayakan dirimu.” Jawab Evan cepat.
“Kalian itu berlebihan.” Canda Keira. “Bisakah kau longgarkan pelukanmu!” Bisik Keira kepada Cleo.
“Kau tidak ingat, sebulan yang lalu kau tiba-tiba meloncat dari lantai dua sekolah kita. Untung saja Nathan menyelamatkanmu dan kau cuma mengalami retak kaki.” Killa mengingatkan.
“Lalu seminggu kemudian, kau tiba-tiba meloncat dari atas jembatan. Untung Nathan dan Cleo menyelamatkanmu.” Tambah Bimo.
“Dan dua minggu yang lalu, setelah melamun di cafe kau tiba-tiba menabrakkan diri kesebuah truk ditengah jalan.” Tambah Evan.
“Itu cuma kebetulan kok.” Sanggah Keira.
“Apanya yang kebetulan? Sekarang jawab! Kenapa kau melakukan ini semua? Jika memang ada masalah katakan saja pada kami.” Bujuk Cleo.
“Eh itu... itu....” Keira bingung harus mengatakan apa. Tidak mungkin kan ia akan mengatakan kalau ia sebenarnya mengikuti perintah orang berjubah yang entah kenapa selalu menyuruh dirinya untuk mencelakakan diri sendiri.
Tok tok tok!
Suara pintu yang diketuk seseorang.
“Masuk!” perintah Keira segera. Dan selamatlah Keira dari pertanyaan-pertanyaan teman-temannya.
“Aku membawakan ini untukmu.” Ucap seseorang dan ternyata ia adalah Nathan. Nathan membawa sekeranjang penuh berisi buah-buahan segar. Ia tersenyum kepada teman-teman Keira dan meletakkan keranjang buah tersebut diatas sebuah meja.
“Mereka berdua tidak akan datang karena ada urusan dinas. Aku tidak bisa menemanimu malam ini karena aku ada urusan. Cepat sembuh.” Ucap Nathan datar tanpa ekspresi. Dan segera ia pergi lagi keluar kamar.
“Seperti biasa, dia selalu dingin.” Gumam Keira.
“Sebenarnya kau dan Nathan ada hubungan apa?’ Tanya Cleo penasaran.
“Hubungan cinta ya?” Tebak Evan.
“Hah!? Untuk apa aku mencintai manusia dingin kaya batu es itu, yang menyebalkan dan selalu hilang entah kemana. Dia itu kakakku!” Jawab Keira cemberut.
“APA?!!” Kaget mereka semua bersamaan.
“Tapi, kalian kan seumuran?” Tanya Killa tidak percaya.
“Umur kalian cuma beda tiga bulan.” Tambah Evan. Kini mereka semua mempelototi Keira seperti ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Aku ini anak adopsi.” Jawab Keira enteng.
“Oooohhhhhh.......” Mereka semua kini meng oh-ria dan mengangguk-angguk.
“Aku diadopsi keluarga Nathan sejak tujuh tahun yang lalu. Makanya aku dan Nathan seumuran. Tapi tetap ia kupanggil kakak.” Jelas Keira.
“Hmmm baguslah kalau begitu. Berarti sainganku berkurang.” Gumam Cleo dengan senyum liciknya.
“Tapi dikelas, sepertinya Nathan akan punya saingan.” Ucap Killa.
“Baiklah, kalau begitu kami mau pergi dulu.” Pamit Evan. Dan mereka semua pun beranjak kecuali Keira.
“Besok, kalau bisa kami akan menjengukmu lagi. Itu pun mungkin.” Sambung Cleo dan akhirnya mereka berempat pergi dari kamar Keira.
“Akhir-akhir ini Cleo agak aneh.” Pikir Keira sambil terus melihat kepergian Cleo dari jendela.
Siang telah berubah menjadi malam. Sang penerang langit malam muncul dibalik awan-awan. Bintang-bintang bertaburan bagai permata yang berkilauan menemani sang bulan yang sendirian. Keira hanya diam sendiri ditempat tidurnya. Menunggu kapan dia akan keluar dari penjara serba putih ini.
Suasana diluar rumah sakit terlihat ramai dan penuh orang. Sepertinya malam ini anak-anak muda berkeliaran bersama teman-temannya.
Keira teringat kembali dengan tatapan mata Cleo tadi siang. Akhir-akhir ini Cleo juga sering menghilang sama seperti Nathan. Namun ketika ditanya kemana dia pergi, Cleo hanya menjawab ‘Ra-ha-si-a’ sambil tersenyum misterius.
“Keira.....” panggil seseorang dengan suaranya yang menggema.
“Siapa?” Tanya Keira sambil mengelus lehernya. Bulu kuduknya seakan berdiri semua.
“Naiklah ke atap rumah sakit sekarang!” Perintah suara tersebut dengan suaranya yang masih serak.
“Siapa kau?!!” Teriak Keira sambil memandangi seluruh sudut kamarnya.
“Kalau kau mau tahu, kau harus pergi ke atap rumah sakit sekarang.” Perintah suara tak berwujud itu lagi.
“Aku tidak mau!” Tolak Keira tegas.
“Kalau kau tidak mau, maka kau tidak akan pernah tahu tentang masa lalumu. Tentang kenapa orang tuamu tega membuangmu ke panti asuhan.” Bujuk suara tersebut.
“Itu tidak penting! Aku ingin kau keluar sekarang!” Perintah Keira dengan suara lantang.
“Baiklah kalau itu maumu.”
Tiba-tiba ditengah kamar masuk angin yang cukup kencang diiringi asap hitam yang mengikutinya. Angin tersebut berputar-putar ditengah ruangan dan asap hitamnya menyelimuti angin tersebut.
Tak berapa lama kemudian, angin itu mereda dan asap itu pun kian pudar diterangi cahaya bulan dari jendela. Didalam asap itu muncul sesosok manusia yang seluruh tubuh dan wajahnya ditutup sebuah jubah hitam. Sosok itu merunduk dan berbalik membelakangi Keira.
“Ikuti aku!” Perintah sosok tersebut.
“Baiklah.”Bagai dihipnotis. Keira beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan perlahan mengikuti sosok misterius tersebut.
Entah kenapa suasana rumah sakit begitu aneh, begitu hening dan sunyi. Kesepian ini terasa begitu janggal. Apalagi sosok misterius didepannya terasa begitu gelap dan suram.
Akhirnya mereka sampai diatas atap rumah sakit setelah melewati banyak anak tangga.
“Siapa dirimu yang sebenarnya? Kenapa kau menyuruhku kemari?” Tanya Keira penasaran.
“Aku hanyalah bayangan yang berasal dari hatimu yang berwarna hitam. Aku membawamu kemari agar kau melihat ini.” Tiba-tiba saja sebuah bayangan hitam bergerak sendiri merayapi atap rumah sakit dan membuat sebuah lubang hitam. Dari dalam lubang tersebut perlahan-perlahan muncul sebuah kotak berwarna kuning keemasan dengan ukiran bintang ditutupnya.
“Apa itu? Ka-kau penyihir.” Kaget Keira.
“Bukan sayangku. Aku lebih dari itu. Sekarang buka kotak itu dan kau pun akan tahu tentang masa lalumu.” Perintah sosok tersebut.
“Ba-baiklah.” Jawab keira ragu. Dengan perlahan Keira berjalan menuju kotak tersebut. Kotak itu mungkin memiliki panjang sekita satu meter lebih. Kotak aneh yang entah apa nanti yan berada didalamnya. Keira pun semakin dekat dengan kotak tersebut. Keira duduk dan tangan perlahan-lahan mengarah ke tutup kotak tersebut.
“JANGAN BUKA!!!” Teriak seseorang dibelakang Keira. Keira kaget dan segera mundur sambil menoleh kebelakang.
Dibelakang Keira muncul seorang anak laki-laki yang aneh. Dipunggungnya ada sepasangan sayap seperti sayap burung. Ditangannya ada sebuah pedang yang mengkilat diterpa sinar bulan. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena gelapnya malam namun sepasang matanya yang tajam dapat terasa menusuk mata orang yang melihatnya.
“Siapa kau?!” Tanya sosok misterius tersebut marah.
“Nenek seperti kau akan kuberi tahu, Aku adalah Kiev Sunford seorang nephilim. Tepatnya Weapon Nephilim. Sekarang rasakan kemarahan pedangku ini! Sword Slice!” Kiev segera mengayunkan pedangnya ke arah sosok berjubah tersebut.
Efek yang ditimbulkan oleh ayunan pedang itu tidak main-main. Sekali tebas efeknya sama seperti sepuluh pedang. Sosok berjubah itu terus mundur dan mundur menghindari serangan pedang Kiev. Langkah sosok itu begitu pelan dan terkesan mengambang. Dan SRETT pedang itu mengenai bagian tubuh sosok tersebut sehingga membuat bagian tubuh atas dan bawah sosok tersebut terpisah.
Aneh! Bagian tubuh atasnya tetap mengambang dan seakan serangan Kiev tadi tidak berefek dengan  dirinya.
“Hahahahahaha!! Kau pikir bisa membunuhku dengan pedang murahan itu.” Suara sosok tersebut terdengar seperti suara seorang perempuan. Seketika, tubuh bagian atas dan bawahnya menyatu kembali. Menyatu seakan tidak terjadi apa-apa.
“Rasakan balasanku! Bees Attack!” Ia memantra dan suara dengungan sayap lebah terdengar semakin jelas. Suaranya semakin lama semakin terdengar keras dan seperti ada banyak lebah yang akan muncul. Tiba-tiba, dari dalam lengan jubah sosok berjubah itu muncul ribuan lebah yang marah.
Kiev kaget dan segera menghindar. Tangan kirinya bercahaya sendiri dan tiba-tiba saja muncul sebuah pedang lagi. Kini kedua tangan Kiev menggenggam masing-masing sebuah pedang.
“Double attack sword!” Kiev berputar-putar dengan sangat cepat mengayunkan pedangnya dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat lagi dengan mata.
“Ada apa sebenarnya ini?” Bingung Keira yang dari tadi terduduk memandangi dua orang didepannya sedang bertarung dengan kekuatan yang entah darimana asalnya.
“HENTIKAN!!!!!” Teriak Keira keras bahkan pertarungan Kiev dan sosok berjubah itu pun terhenti mendengar teriakan Keira. “SIAPA KALIAN?! KENAPA KALIAN BERTARUNG??!!” Tanya Keira kesal, entah kenapa dia kesal. Namun melihat sebuah pertarungan didepannya ingin rasanya segera menghentikannya saja.
“Aku adalah seorang Nephilim. Black Magic Nephilim. Aku sebenarnya Cuma ingin kau membuka kotak senjata itu saja. Karena hanya kau yang bisa membukanya. Hanya itu.” Jawab sosok misterius tersebut.
“Kau bohong, setelah kau menyuruh gadis itu membuka kotak senjatanya kau pasti akan membunuhnya. Sama seperti organisasimu membunuh orang tuaku.” Jelas Kiev.
“Ooohhh… jadi kau sudah tahu tentang organisasi kami. Kalau begitu bersiaplah, kau akan berada didaftar orang-orang yang harus dimusnahkan.”
“Silahkan! Aku tidak takut!” Tegas Kiev marah.
“Kalau begitu rasakan ini! Black Hole!” Sosok itu berteriak. Bayangan dirinya bergerak sendiri dan terpisah dari kedua kakinya. Bayangan itu langsung bergerak cepat menelusuri atap menuju kaki Kiev dan segera bayangan itu membentuk lubang.
Kiev yang baru sadar tidak dapat menghindar lagi, lubang bayanga itu menghisap dirinya secara perlahan seperti pasir hisap yang menelan korbannya. Tangan kanan sosok berjubah terangkat dan kelima jarinya bergerak seakan mencengkeram sesuatu.
“Buka kotak itu! CEPAT! Aku sudah tidak punya waktu lagi.” Perintah sosok tersebut geram. “Jika tidak, laki-laki ini akan kubunuh!” Ancam sosok tersebut sambil mencengkeram udara lebih keras lagi.
“AAKKKHHHHH!!!!” Jerit Kiev kesakitan. Hisapan bayangan ini serasa melumat tubuhnya saja. “Sial! Aku tidak bisa menggerakkan kedua tanganku sekarang!” Umpat Kiev.
“Jangan bunuh dia! Baiklah, akan kubuka kotak ini untukmu. Tapi setelah itu janji kau harus membebaskan aku dan laki-laki itu.” Keira setuju.
“Terserah. Tapi cepatlah!”
Keira mendekati kotak itu dengan ragu-ragu. Ia takut sekaligus bingung. Ia tidak tahu apa-apa tentang ini semua. Dan benarkah bila setelah ia membuka kotak ini akan langsung dibunuh? Seperti yang dikatakan oleh Kiev. Entah organisasi apa yang dimaksud oleh Kiev, tapi melihat sosok didepannya dia pasti orang jahat.
“Apa yang harus kulakukan setelah ini?” Pikir Keira panik.
Kedua tangan Keira kini menyentuh tutup kotak tersebut. Perlahan Keira membuka kotak tersebut dan langsung saja cahaya yang sangat menyilaukan muncul dari dalam kotak.
Keira melindungi kedua matanya dengan menutup wajahnya menggunakan tangannya. Sosok berjubah itu kaget dan melepaskan cengkeramannya. Iniah kesempatan bagi Kiev, Kiev keluar dari dalam lubang hitam tersebut dan berhasil.
Perlahan cahaya itu memudar dan terlihatlah sekarang sebuah tongkat yang sangat indah. Berwarna biru terang berkilauan dengan sebuah bintang diatasnya.
“Akhirnya aku mendapatkan senjata ini.” Sosok itu girang dan langsung berjalan menuju kotak tersebut. Ia menggenggam tongkat itu dan mengangkatnya dengan bangga.
“Letakkan senjata itu!” Perintah Kiev sambil menahan sebuah busur panah yang siap ditembakkan ke arah sosok tersebut.
“Kau lagi.”Kesal sosok tersebut.
“Sepertinya aku harus membuatmu melakukannya dengan paksa. Magic Bow!” Kiev menembak anak panahnya dan melaju kencang mengarah sosok tersebut. Panah itu berkekuatan sama seperti dua puluh panah.
“Tamatlah riwayatmu kali ini.” Sosok itu tidak mau kalah. Ia mengayunkan tongkatnya dalam sekali ayunan pelan. WUSSSS angin kencang langsung menghantam anak panah Kiev dan berbalik menyerang Kiev. JLEB anak panah itu kini  menancap didada Kiev.
“Akh-aakhhh….!!!” Kiev menahan rasa sakitnya.
“Sudah! Jangan diteruskan lagi! Kau janji akan melepasku dan laki-laki itu bukan?” Keira memohon sambi menggenggam jubah sosok tersebut. Ia menangis dan air matanya berjatuhan di atap rumah sakit.
“Aku tidak akan menepati janji itu. Enyahlah kau!” sosok itu menendang Keira hingga Keira terseret beberapa meter kebelakang. “Sekarang giliranmu yang harus mati.” Sosok itu tersenyum bahagia. Dari ujung tongkat itu muncul kobaran api yang menyelimuti bintang dipuncak tongkat tersebut. Kini hidup Keira akan dimusnahkan oleh api itu.
“Magic Bow!” Teriak Kiev dan JLEB sebuah panah menusuk punggung sosok tersebut. Sosok itu kaget sekaligus kesakitan. Tongkatnya terjatuh dan sosok itu terduduk dengan darah yang mengalir cukup banyak dari punggungnya.
“Sekarang seleseikan! Kau ambil tongkatnya!” Perintah Kiev kepada Keira.
Keira bangkit dan langsung memungut tongkat bintang tersebut.
“Apa, apa yang harus kulakukan?” Tanya Keira panik.
“Percaya dirimu dan ayunkan tongkat itu!” Perintah Kiev dan kini darah yang mengalir didadanya semakin deras.
Keira memejamkan matanya, memusatkan konsenterasinya dan….
“Hyyaaattttt!!!!!” Keira mengayunkan tongkat tersebut dan sebuah angin yang sangat kencang menghembus deras ke arah sosok tersebut.
“Aaaaakkkkkhhhh!!!” Sosok itu terpental dan mendarat keras diatas atap. Tubuhnya sudah tidak berdaya lagi. Dengan kesakitan ia memaksa dirinya untuk bangkit ditopang kedua tangannya yang gemetaran. “A-awas kalian, su-suatu sa-saat akan kubalas nanti.” Sosok itu masih mengancam dan dari punggungnya muncul sepasang sayap berwarna hitam. Ia pun kabur dengan cara terbang.
Tongkat yang dipegang Keira berubah menjadi debu-debu bercahaya dan dari debu-debu cahaya itu  muncul sebuah kalung perak dengan bintang sebagai bandulnya.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Keira kepada Kiev.
“Tidak apa-apa. Ini Cuma luka kecil. Oh iya, sekarang berhati-hatilah. Mungkin orang-orang organisasi itu akan mengincarmu. Aku mau pergi dulu.” Kiev berdiri dan langsung meloncat dari atas atap.
“APA??!! KAU MAU BUNUH DI-” Keira kaget ternyata Kiev terbang dan melayang diatas langit malam dengan sepasang sayap putih yang berkilauan diterpa sinar pucat bulan.
“Sampai jumpa!” Kiev melambaikan tangannya dibawah cahaya bulan.
“Dadah.” Keira membalas lambaian tangan Kiev dan seketika Keira jatuh pingsan. Ia mungkin kelelahan karena peristiwa malam ini.
Ditempat lain, sosok misterius itu mendarat disebuah gang sempit anatara dua buah gedung yang besar. Sosok itu langsung berganti pakaian dengan sihirnya dan keluarlah ia dari kegelapan lorong itu. Gadis itu pun berjalan walau rasa sakit terasa menjalari seluruh tubuhnya.
“Hei Cleo!” Panggil Killa yang kebetulan lewat dijalan tersebut.
“Hei Killa!” Balas Cleo, gadis yang selama ini menjadi sosok misterius.
“Kau pucat! Apa kau sakit?” Tanya Killa cemas.
“Tidak apa-apa, aku Cuma sakit biasa kok. Setelah ini aku mau pulang.” Bohong Cleo dengan senyum palsu.
“Punggungmu mengeluarkan darah. Kau benar tidak apa-apa?” Tanya Killa semakin khawatir.
“Ini bukan darah, tadi ada orang yang tidak sengaja menabrakku sambil menggenggam burger, jadi punggungku tidak sengaja terkena saus burger.” Elak Cleo.
“Baguslah kalau begitu. Aku pergi duluan ya. Sampai jumpa!” Killa berlari meninggalkan Cleo.
“Fiuhh….” Lega Cleo.
Trrrrtttttttt Trrrrrtttttt handphone Cleo bergetar. Cleo segera menerima panggilan masuk di HP-nya.
“Bagaimana ‘Black’ , kau sudah mendapatkan tongkatnya?” Tanya orang yang menelpon dengan memanggil Cleo dengan nama sandinya.
“Sudah tapi….” Cleo berpikir, jika dia bilang kalau dia diganggu oleh seorang nephilim itu tidak masalah. Tapi Keira sudah ikut campur masalah ini. Mungkinkah Ia membiarkan sahabatnya sendiri menjadi sasaran organisasinya? Sejak awal ia memang tidak berniat membunuh Keira. Setelah Keira membuka kotak itu, mungkin Cleo akan membiarkan Keira begitu saja. Tapi gangguan itu, masalah semakin rumit.
“Hei, memangnya ada apa?” Tanya orang yang menelpon tersebut tidak sabar.
“Tidak ada apa-apa ‘Crow’ , aku Cuma tidak bisa membuka kotaknya saja.” Jawab Cleo bohong.
“Huh! Dasar tidak berguna. Jika bukan karena kau adalah kesayangan ‘Dark King’ mungkin kau sudah kubunuh. Perkataanmu itu selalu aneh, aku curiga padamu. Mungkin kau harus mencontoh ‘White’ di lain waktu.” Kesal orang tersebut.
“Tapi sayangnya aku tidak pernah bertemunya dan tidak mau tahu. Sudah ya, aku harus pulang.” Cleo memutus percakapan teleponnya dan berjalan pulang. Ia tidak sadar bila ada seseorang yang mengamatinya dari sebuah atap gedung.
“Dia jelas berbohong.” Ketus seorang pria berkacamata hitam sambil merokok dan memasukkan handphone-nya kedalam saku.
“Namanya anak-anak. Toh, mungkin dia memiliki rencana tersembunyi dan akan  membuat organisasi terkejut.” Seorang wanita dua puluhan menenangkan Crow.
“Padahal wajahnya mirip dengan White, tapi sifat mereka berdua sungguh berbeda. Kenapa Dark King bisa menyukai anak seperti itu?” Kesal Crow.
“Biar aku yang akan menangani ini semua. Aku bisa menyamar kok. Akan kuseleseikan ‘gadis’ dan ‘laki-laki’ itu segera. Lalu jika Black memang mencurigakan, aku akan menghabisinya juga.” Janji wanita berambut pendek tersebut.
“Tapi ‘Rose’, apa maksudmu dengan ‘gadis’ dan ‘laki-laki’?” Tanya Crow tidak mengerti.
“Itu rahasia.” Rose tiba-tiba menghilang dari hadapan Crow.
“Heh! Cewek sealu saja menyimpan rahasia menyebalkan.” Gerutu Crow.

To Be Continued......